Ku
basuh wajah, tapi bukan untuk mengeringkan luka. Darah masih mengalir
diantara rongga-rongga akal yang terbuang ketempat sampah. Inilah marah,
yang menggiring dengus birahi kedalam pangkuan malam diranjang.
Terpendam dalam deru halilintar dan gerimis. Dan akhirnya melayang..
Aku
adalah saksi atas hidup dan hidup itu sendiri. Dimana semua kemudian
menjadi samar dan abu-abu..memeluk malam, atau sembunyi dalam sepi.
Berpuluh kali dihantam kenyataan yang membuat aku berlari. Aku kalah
oleh siapa aku, bukan oleh siapa kamu. Jadi diamlah kamu atau membisu
sampai membiru lalu mati diselokan.
Aku bermandikan peluh dari letih juga perih atas terik matahari. Tapi bukan damai yang aku raih. Demi hati dan cinta yang mungkin akan lari. Tapi aku adalah nurani yang berdiri atas kehendak langit. Tak bisa diam atau sembunyi tak kala cahaya itu masuk menggugah aku untuk menghampiri. Meski kemudian aku jatuh dan menangis…
Aku tak pernah bisa tegar, itu adalah kesadaran dalam waktu yang membawa pada peristiwa yang nyata. Tapi aku tidak pula lemah, untuk bisa menelan semua dalam kepala yang kosong ini. sedemikian muaknya aku pada sehingga mampu terbang melebihi kelitan halilintar. Menerjang semua yang pernah keterpurukan yang tertinggal.
Demi pesona Langit, aku bersimpuh..mataku menari bersama hujan.. semua menjadi ketiadaan yang nyata. Demi Cinta ini, aku rela mati.
Tertunduk menerima bayang-bayang yang terlupakan, merasa diri tak lagi berarti. Kesejatian ada pada sisi sepi lagi hening. Aku tak bisa memungkiri semua Keindahan Langit. Aku tak mampu berkelit dari Kemilau Cahaya Nya, meski dalam gelap ataupun saat aku buta.
Tolong angkat aku untuk bisa segera sampai!!.. tak sanggup lagi jiwa ini menanggung beban tanya. Seolah sesak tak pernah akan hilang. Seolah darah takpernah berhenti mengalir. Aku sudah Muak!!...
Tolong jangan pernah berpaling dari kesepianku. Karena aku pasti akan mencari-MU..tolong..aku mohoonn….
Ketika terkapar atau ketika mati disudut kehampaan. Aku tak pernah bisa mencari dalam dunia yang penuh fatamorgana. Nyanyian hujan menemani penantian dari sebuah keberartian diri. Aku menunggu datang kebenaran. Aku menunggu cinta datang..aku menunggu kematian yang pasti.
Bisikan jingga yang jatuh kelautan, menggiring kebodohan untuk menghampiri kesadaran yang hampir hilang. “jangan menangis, peluk senja!..aku selalu disini’. Dan tumpahlah semua dalam gemuruh ombak. Membawa jiwa untuk mengerang lebih keras. Aku kalah!!..aku rindu ..aku hanya rindu...