ardiansyahardian.blogspot.com
fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia| fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|lubis family|lubis family|lubis family|lubis family|lubis family|lubis family|lubis family|lubis family|lubis family|

Menetap Pada Jasad

 
Aku hanya menetap pada jasad ini, lalu pergi menjadi apapun yang aku inginkan tanpa ada yang mampu menghalangi, kecuali rasa bosan. Yang seketika mampu membunuh diriku dan meninggalkannya begitu saja dalam keadaan masih meregang nyawa, sekarat, dalam kematian yang suri.
Aku akan melolong seperti srigala malam saat kesepian, mengabarkan kepada kegelapan bahwa aku datang. Hadir memenuhi hitam pekat yang diciptakan dalam kehidupan. Lidahku terjulur dengan dengus nafas yang menciptakan kabut dalam dingin malam. Sebab panas menjalar keseluruh tubuhku.
Atau sekedar menjadi burung hantu yang begitu menikmati kegelapan itu seorang diri. Bertengger di dahan pohon besar dengan pandangan mata yang awas melihat ke sekeliling. Menyibak bulu-bulu saat dingin semakin tak dapat ditahan. Lalu mengabarkan kepada iblis, setan dan jin-jin yang bergentayangan bahwa aku ada dan menjadi bagian dari mereka.
Jika marah mulai mengganggu, aku berlari menjadi hujan yang sebelum kehadirannya, menghadirkan gelegar suara petir dan halilintar, bersama awan gelap yang juga berisi angin topan. Kadang mampu memporak-porandakan apa yang ada. Dan jika marah belum mereda, maka hujan yang deras akan datang bersamaan dengan gelegar halilintar bersama angin topan yang mengguncang kehidupan. Tapi sekiranya aku tidak berkeinginan, hanya meraih gerimis yang perlahan-lahan jatuh dalam tetesan kecil yang kemudian pecah.
Ketika bimbang dan hampa tidak terelakan, aku berlari sebagai pohon cemara yang pasrah diterpa hembusan angin. Lalu ikut menari kesana kemari, mengikuti alunnya. Memejamkan ke dua mata ini, menikmati belaian lembut di wajahku. Tanpa pernah ingin membawa kilasan peristiwa yang bisa merusak suasana.
Jasad ini akan hancur dihantam perjalanan waktu, merenta dan membusuk untuk kemudian hilang sama sekali. Aku menetap disana kapanpun aku suka, ketika kurasa aku bisa menikmati tinggal bersamanya. Jika tidak?
Aku pergi menjadi merpati yang terbang bebas membelah angkasa, mencari kilasan-kilasan masa lalu yang bisa menggugah hati kembali. Sekedarnya saja, membangkitkan gejolak rasa pada hati yang kurasa mati.
Atau menjadi jingga dalam senja yang sesaat menguasai langit, sebelum akhirnya gelap datang mengusir pergi. Jingga yang menyamarkan antara waktu-waktu hidup diantara hitam dan putih untuk merupa samar dalam kelabu. Ketika semua orang begitu menghormati pergantian waktu. Aku membias langit dengan senyuman yang paling kubisa, sekedarnya saja mengisi kehidupan walaupun aku tahu diri yang tidak berarti ini.
Mata ini akan segera merabun, otak yang selalu aku banggakan juga jatuh melupa dalam pikun. Aku berada dalam jasad itu, selama aku merasa bisa nyaman menjalani hidup bersamanya. Demi orang yang aku cinta. tapi sekira tidak mungkin?
Aku akan menjadi sungai yang mengalir mengikuti alurnya hingga sampai ke laut. Membawa apa saja yang aku dapati sepanjang perjananku. Tidak perduli sampah, racun ataupun bangkai yang pada akhirnya aku dapati. Aku pasrah mengikuti arus yang tidak pernah berhenti. Hanya sesekali berharap hujan masih sudah membantuku menyingkirkan semua kotoran yang aku bawa. Atau paling tidak, membuat laju arus sungaiku menjadi lebih deras. Atau jika tidak mampu bertahan dalam damai, menghadirkan murka dengan banjir yang membuat panik semua orang. Paling tidak, bisa sama-sama merasakan susah.
Menjadi matahari, yang memberikan panas yang membakar tubuh setiap orang. Lalu mereka marah. Memaki kehadiranku yang mereka anggap tidak bersahabat. Terserah aku pikir. Aku bisa menjadi apapun yang aku mau, bukan yang mereka mau. Sebab mereka juga tidak pernah bisa menjadi seperti apa yang aku mau. Tapi menjadi apa yang mereka mau. Jadi??
Atau menjadi bulan yang sedikit bersembunyi di balik awan yang melintas. Memberi sedikit cahaya dalam romatisme percintaan sepasang kekasih yang tengah dimabuk cinta, atau sekedar menjadi teman para pemuda yang merasa gelisah di setiap gang-gang sempit, sambil memainkan gitar dan menenggak habis berbotol-botol minuman beralkohol. Biar saja, aku hanya ingin bisa tersenyum di sela persembunyianku. Lalu menyapa sepi para penghuni kubur yang telah lama terlupakan.
Aku masih menetap dalam jasad ini. dan sesaat lagi akan berlarian menjadi apapun yang aku mau. Cukup memejamkan mata dan membuang semua gelisah yang kurasa. Lalu jadilah aku! Meninggalkan jasad yang tergeletak tanpa nyawa. Toh pada akhirnya nanti aku akan pulang. Sampai saat kepulanganku yang sebenarnya. Ini hanya masalah menunggu! Lalu selama menunggu, aku menjadi apa saja yang aku mau. 
 
post:awankening