Aku
adalah lelaki yang diciptakan awan hitam setelah bersetubuh dengan
angin laut. Awalnya hujan yang aku ciptakan dalam tangisan seorang bayi
begitu membahagiakan dan begitu diharapkan. Hujan kebahagiaan. Tapi
seiring waktu, hujan yang aku hadirkan memberikan lelah hingga sampai
pada titik marah. Dimana kesabaran habis dan mereka tidak mengerti
mengapa aku selalu saja menangis dalam hujan yang deras tanpa henti.
“Kamu
kenapa, Nak? Berhentilah membasahi wajah polosmu dengan tetesan hujan
terus menerus. Terbitkanlah mentari dari hatimu, agar senantiasa ceria
kehidupan kami”
Tapi
aku sendiri tidak tahu apa sebab aku begini. Aku adalah lelaki yang
diciptakan mendung. Tanyakanlah pada awan hitam, mengapa membawa duka
dalam percintaannya?! Demikianlah seterusnya aku hidup dalam hujan dan
gerimis setiap saat. Apalagi ketika aku semakin mengerti bagaimana
kehidupan ini sesungguhnya. Hujan dan selalu Hujan, hanya sesekali
gerimis aku ciptakan. Andai aku bisa merubah muara airmata dalam dadaku
dan merubahnya menjadi sekeras batu. Mungkin aku tidak akan serapuh ini
sebagai lelaki.
Semua orang pernah menangis! Aku tahu itu. Tapi aku tidak hanya mengurai hujan semata, aku melolong seperti srigala yang kesepian. Mengabarkan kepada semua tentang kengerian yang terjadi pada waktu malam dan siang. Disana ada bayi dalam kantung plastik hitam yang dibuang dengan cara dilempar ketengah aliran sungai hitam. Lalu tenggelam tanpa terdengar tangisan. Aku melolong… petir dan halilintar menyambar saling bersahutan seiring hujan badai saat itu.
Disana
ada seorang perempuan yang merasa lelah berada dalam cengkraman para
lelaki yang telah menggagahinya berkali-kali sambil mereka tertawa. Aku
kembali melolong. Aku kabarkan kepada kalian dalam hujan badai! Kau
dengar itu?! Lalu para pelacur yang pulang dalam wajah lelah dan bosan
dalam kelam hidup yang dijalani. Sementara anak-anaknya tertidur dibuai
mimpi-mimpi indah kehidupan yang berbeda. Kemudian ada seorang istri
yang merasa kecewa , berada disamping suaminya yang tidur mendengkur,
lelah setelah persetubuhan yang sangat singkat. Sang istri tidak pernah
terpuaskan. Adapula para gembel dan anak jalanan yang tertidur di
pinggir trotoar, emperan toko dalam dingin dan lapar yang mereka tahan.
Aku
lelaki rapuh, yang diciptakan awan hitam. Berharap bisa seperti mereka,
menahan gejolak hati dan menutup mata serta telinga. Menjadi
robot-robot pekerja demi materi dan kebahagiaan semu. Memenuhi jalan dan
trotoar dengan pandangan kosong dalam hati yang hampa. Menyapa hari
dengan gelisah dan marah. Tapi diam seperti hewan peliharaan yang selalu
butuh dijejali makan di atas piring-piring plastik.
Aku
terikat pada mendung dalam hitam awan. Dan aku juga tidak mampu
menggerakan roda-roda hidup yang senantiasa menggilas jiwa-jiwa manusia.
Yang merintih, mengerang, menjerit dan diam dalam berurai tetesan embun
di wajah. Sebagaimana juga aku setiap saat sebelum akhirnya menciptakan
hujan atau gerimis, dengan badai dan halilintar ataupun tidak sama
sekali.