ardiansyahardian.blogspot.com
fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia| fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|fikahanifahmeutia|lubis family|lubis family|lubis family|lubis family|lubis family|lubis family|lubis family|lubis family|lubis family|

Sulitnya Melawan Stigma Negatif MLM



Sebagian besar dari anda mungkin tidak asing lagi dengan istilah MLM. Ya, Multi Level Marketing atau bisa diartikan sebagai Pemasaran berjenjang atau Pemasaran jaringan sudah lama hinggap di bumi Indonesia sebagai peluang bisnis yang (katanya sih) sangat menjanjikan.

Buat yang belum tahu MLM itu apa, saya kasih penjelasan singkat nih. Inti dari MLM adalah mengajak orang untuk bergabung dengan suatu bisnis, dan kita dapat komisi dari perekrutan tersebut. Jika orang tersebut merekrut orang lagi, maka dia juga dapat komisi. Begitu seterusnya. Selain itu ada juga bonus perkembangan jaringan dan bonus rutin (biasanya tiap bulan), jadi semakin besar jaringannya, maka komisi kita pun makin membeludak.

Sistem jaringannya beragam, ada yang sun system (sistem matahari) dan yang terbaru adalah sistem binary (dua kaki). Sistem matahari memperbolehkan seorang member merekrut anggota baru sebanyak mungkin, sedangkan binary hanya boleh menaruh rekrutan maksimal dua orang langsung di bawah levelnya. Jika merekrut lebih dari dua orang, maka sisanya akan diletakkan di bawah level rekrutannya yang lain.

Sistem MLM Binary



Sedikit berbagi pengalaman nih, keluarga saya sudah empet banget sama yang namanya MLM. Jika ditanya kenapa, alasannya selalu sama : Awalnya doang menjanjikan, tapi nantinya susah dan malas sekali untuk merekrut orang. Keluarga saya sudah pernah ikut banyak MLM seperti C, M, A, dsb. (saya samarkan demi privasi), dan tidak ada yang membuahkan hasil. Memang kelihatannya sangat menggiurkan ketika upline menjelaskan bonus-bonus menjanjikan, mulai dari uang yang tentu jumlahnya tidak sedikit, mobil, juga liburan, tapi hanya bisa membuat kita "ngiler" saja melihatnya.

Hal lain yang membuat stigma MLM makin negatif adalah adanya tutup poin, belanja bulanan, berjualan produk, dan reward. Inti dari semua istilah tersebut adalah target. Jika batas tutup poin, belanja bulanan, dan level tak terpenuhi pada bulan tertentu, maka jangan harap bonus dibayarkan. Sistem yang licik, bukan?


Satu hal lagi yang bikin saya makin ilfeel sama MLM, yaitu strategi perekrutannya yang sangat diplomatis, rapi, dan tak mencurigakan sedikitpun. Saya punya sedikit cerita tentang hal ini.

Belum lama ini, teman SMP saya (satu komplek pula) mengajak saya ke rumahnya, katanya sih ada acara kumpul-kumpul teman SMP. Saya sudah tahu sebelumnya kalau dia ikut MLM "M", tapi saya terlanjur percaya bahwa ada acara kumpul-kumpul teman SMP di rumahnya, jadi saya penuhi undangan itu. Saya 'kan juga kangen sama teman-teman lama, toh tempat acaranya pun dekat dari rumah. Jadi tak ada salahnya untuk datang, 'kan?

Sesampai di rumahnya, baru saya merasakan banyak hal aneh. Kemana teman-teman SMP saya? Kok sepi? Padahal acara dimulai pukul 7 malam dan saya datang agak telat. Yang ada di rumahnya malah anak-anak muda seumuran saya yang saya tidak kenal. Sebelum acara dimulai pun mereka membicarakan dan membawa suatu produk di dalam satu kantong plastik yang tidak asing lagi adalah produk dari MLM "M". Saya langsung berpikir, ini pasti strategi perekrutan yang ditujukan untuk saya.



Dan benar saja, pikiran saya terbukti tepat. Saat seorang gadis berjilbab - teman dari teman SMP saya itu- bertanya, "mas tahu ga ada apa diundang kesini?". Saya jawab saja sekenanya, "Sepertinya saya tahu". Dan tanpa ba-bi-bu lagi, dia dan teman-teman seperjuangan MLM-nya menjelaskan kelebihan-kelebihan MLM "M" untuk mengajak saya bergabung.

Saya menyaksikan dengan sedikit suntuk, karena jelas hati saya sudah bosan dengan hal-hal seperti ini. Tapi saya masih menangkap beberapa pesan dari promosi mereka :
  1. MLM "M" tak ada tutup poin, reward, belanja bulanan, dan jualan produk. Produk "P" dan "MB" yang jadi andalan MLM "M" tersebut hanya untuk konsumsi member saja. Ya, lumayan lah, tidak begitu merugikan.
  2. MLM "M" menggunakan sistem jaringan binary. Ya, sedikit lebih adil daripada sistem matahari.
  3. Bonus- bonusnya banyak pakai rumus, rumit sekali sampai saya tidak ingat semua. Yang jelas MLM "M" ada bonus sponsor (merekrut) yang jumlahnya Rp 100.000 per paket rekrut, bonus jaringan yang jumlahnya Rp 170.000-Rp 850.000 tergantung dari banyaknya level jaringan, dan bonus bulanan hasil dari perkalian Rp 21.000 x jumlah member yang bergabung dalam satu bulan dalam jaringan seorang leader member. Sama sekali tak ada bonus berupa barang atau kendaraan, yang ada hanya bonus berupa uang.
  4. Kecuali bonus bulanan, omset dibayar satu hari kerja. Jadi jika ada omset hari ini, maka langsung ditransfer besok. Tak perlu menunggu lama untuk menikmati bonus.
Harus diakui, semua hal diatas (awalnya) begitu menggiurkan dan menggugah hati saya. Namun saya langsung berpikir efek negatif dari MLM, entah karena saya terkena stigma negatif MLM atau mungkin memang pikiran saya masih jernih. Menurut pikiran saya :
  1. Mereka semua yang mempromosikan MLM "M" - termasuk teman SMP saya - menggunakan kata-kata yang sangat sugestif dan bersifat doktrinasi, layaknya MLM lainnya. Hal ini terlihat jelas dari cara mereka membandingkan MLM "M" dengan MLM lain, perumpamaan-perumpamaan yang mudah dicerna (misalnya, di MLM "M" seperti mengendarai motor kelas MotoGP, jadi cepat sampai tujuan. Di tempat lain mungkin bisa juga sukses, tapi jalannya lambat seperti sepeda motor biasa), dan kata-kata motivasi yang seakan-akan menyudutkan orang yang tak mau segera join di MLM "M". Jelas itu menyinggung perasaan saya, yang saat itu memang ragu untuk bergabung karena budget yang agak mahal, sekitar 3 jutaan. Teman SMP saya pun bilang, "uang bisa dicari Sur, loe bisa minjem kemana kek, kita pas gabung semua pada ga punya uang, jadi ada yang jual BB, minjem sana-sini". Wow! Demi MLM mereka sampai senekat itu!
  2. Saya semakin tidak mau bergabung ketika teman SMP saya bilang, "kita disini bakal dibimbing terus sama upline kita, ga bakal ditinggal. Gue aja yang udah gabung 4 bulan dan udah bisa beli mobil masih dibimbing biar gue fight terus". Oke, saya akui teman SMP saya memang cantik, masih muda, dan sekarang kaya raya, namun kini dia hanya bergaul dengan orang-orang yang ada di MLM tersebut agar tetap eksis dan terus memburu uang. Mereka semua seakan-akan saling mencuci otaknya agar terus fight di MLM tersebut, dengan doktrinasi yang dilakukan berulang-ulang tiap kali mereka berkumpul atau ada yang down dalam menjalankan bisnis tersebut. Bukankah doktrinasi berulang-ulang bisa disebut pencucian otak? Maka dari itu, saya malah melihat mereka sebagai komunitas yang menyedihkan, hanya ingin bergaul dengan sesama orang yang sukses di MLM "M" dan mengajak orang lain untuk bergabung juga dengan cara yang (lagi-lagi) bersifat sugestif dan doktrinasi.
  3. MLM apapun itu memiliki strategi perekrutan yang menjurus ke arah penipuan. Anda tentu masih ingat awal cerita perekrutan MLM ini, awalnya saya diundang untuk acara kumpul-kumpul teman SMP, tapi nyatanya saya masuk perangkap strategi mereka. Kalau saya pergi di tengah acara, tentu tidak etis karena saya diundang. Akhirnya mau tak mau saya harus mendengarkan (dan berusaha menghindari doktrinasi) promosi bisnis MLM "M" dari mereka. Jika anda mengalami hal ini, tentu anda juga merasa tertipu, 'kan? Walaupun anda tidak rugi materi, setidaknya anda merasa "rugi batin".
  4. MLM, apapun bentuknya, hanya menguntungkan orang-orang yang bergabung lebih awal. Orang-orang yang bergabung di jaringan paling bawah pasti akan sulit merekrut orang lagi, karena sudah banyak yang bergabung. Di Indonesia, memang angka kelahiran terbilang tinggi, namun tidak ada apa-apanya dibanding percepatan perkembangan jaringan MLM.
Pada poin 1-3, saya banyak menyebut kata doktrinasi, sugestif, dan cuci otak. Jadi saya simpulkan sistem perekrutan MLM tak jauh beda dengan sistem perekrutan Negara Islam Indonesia (NII) yang dulu marak - sebenarnya sampai sekarang pun masih ada - di sekitar kita. Jadi, apakah menurut anda MLM adalah bisnis yang bersih?

Saya akui, saya memang tak sesukses teman SMP saya itu. Untuk biaya kuliah saja masih empot-empotan. Namun keluarga saya juga punya usaha yang Insya Allah halal, yaitu berjualan pulsa dan gado-gado. Dalam syariat islam, bisnis yang halal adalah bisnis yang menjual suatu produk atau jasa, 'kan?

Saya juga ingin sukses suatu saat nanti. Cita-cita saya adalah menjadi seorang jurnalis. Maka dari itu, saya kuliah di Akademi Komunikasi Jurusan Broadcasting. Biarlah saya menempuh sukses dengan cara yang saya inginkan, impikan, dan cita-citakan. Dan yang tak kalah penting, saya ingin memiliki teman sebanyak-banyaknya, menikmati masa muda dengan persahabatan yang indah. Pepatah mengatakan "Network is Power" (jaringan adalah kekuatan), namun yang saya maksud bukan jaringan MLM, namun jaringan pertemanan yang suatu saat akan sangat berguna sebagai tempat meminta bantuan di saat kita kesusahan, sampai akhir hayat nanti. Jadi, untuk saat ini saya masih sulit melawan stigma negatif dari MLM dan mencoba berkecimpung di dalamnya.

Ada banyak jalan menuju sukses, yang cepat pun banyak. Tapi alangkah lebih baik jika kita memilih jalan yang halal.
sumber:http://jendelamatahari.blogspot.com